Tuesday, November 3, 2015

ilmu qira'at



ILMU QIRA'AT
Oleh : Noor Aisyah Istiani


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ilmu qira’at merupakan salah satu cabang ilmu dalam “Ulumul al-Quran”, namun tidak banyak orang yang tertarik untuk mempelajarinya kecuali orang-orang tertentu saja. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu, diantaranya adalah ilmu ini tidak berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari, tidak seperti ilmu fiqih, ilmu hadits, dan tafsir yang dapat dikaitkan langsung dengan kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan ilmu qira’at tidak mempelajari masalah-masalah yang berkaitan secara langsung dengan halal-haram atau hukum-hukum tertentu dalam kehidupan manusia.
Meskipun demikian keadaannya, ilmu ini telah berjasa dalam menggali, menjaga, dan mengajarkan berbagai cara membaca al-Quran yang benar sesuai dengan yang telah diajarkan Rasulullah SAW. Para ahli qira’at telah mencurahkan segala kemampuannya demi mengembangkan ilmu ini. Ketelitian dan kehati-hatian mereka telah menjadikan al-Quran terjaga dari kemungkinan penyelewengan dan masuknya unsur-unsur asing yang dapat merusak kemurnian al-Quran.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian sab’atu ahruf?
2.      Bagaimana pengertian qira’at?
3.      Apa perbedaan sab’atu ahruf dan qira’at?
4.      Apa saja syarat-syarat qira’at mu’tabar?
5.      Apa saja macam-macam qira’at dan imam qira’at?
6.      Bagaimana pengaruh perbedaan qira’at dalam istinbath hukum?

C.    Tujuan Pembuatan Makalah
1.      Untuk mengetahui pengertian sab’atu ahruf.
2.      Untuk mengetahui pengertian qira’at.
3.      Untuk mengetahui perbedaan sab’atu ahruf dan qira’at.
4.      Untuk mengetahui syarat-syarat qira’at mu’tabar.
5.      Untuk mengetahui macam-macam qira’at dan imam qira’at.
6.      Untuk mengetahu pengaruh perbedaan qira’at dalam istinbath hukum.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Sab’atu Ahruf
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَقْرَأَنِيْ جِبْرِيْلُ عَلَى حَرْفٍ فَرَاجَعْتُهُ فَلَمْ أَزَلْ أَسْتَزِيْدُهُ وَيَزِيْدُنِى حَتَّى اِنْتَهَى إِلىَ سَبْعَةِ أَحْرُفٍ

Artinya: “Dari ibnu Abbas ra. bahwa ia berkata : Bersabda Rasul Saw : Jibril membacakan kepadaku atas satu huruf, maka aku mengulang apa yang telah ia bacakan kepadaku, maka aku terus minta tambah dalam bacaan tersebut dan ia pun menambahinya hingga berakhir sampai tujuh huruf”
Arti sab’atu ahruf (tujuh huruf) dalam hadits di atas mengandung banyak penafsiran dan pendapat dari kalangan ulama. Hal itu disebabkan karena kata sab’ah itu sendiri dan kata ahruf mempunyai banyak arti. Kata sab’ah dalam bahasa Arab bisa berarti bilangan tujuh, dan bisa juga berarti bilangan tak terbatas. Sedang kata ahruf adalah jama dari harf  yang mempunyai macam-macam arti, antara lain, salah satu huruf hijaiyah, makna, saluran air, wajah, kata, bahasa, dan lain-lain.
Para ulama telah mencoba menfsirkan sab’atu ahruf, yang menurut Imam As-Suyuti, tidak kurang dari empat puluh penafsiran. Penafsiran yang paling masyhur pendapat dari Abul Fadl Ar-Razi. Dia mengatakan bahwa arti Sab’atu Ahruf adalah tujuh wajah/bentuk. Maksudnya keseluruhan Al-Quran dari awal sampai akhir tidak akan keluar dari tujuh wajah perbedaan berikut:
1.      Perbedaan bentuk isim (mufrad, mutsanna, atau jama’)
2.      Perbedaan bentuk fi’il (madi, mudari’, atau amr)
3.      Perbedaan bentuk i’rab (rafa’, nasab, jar, atau jazam)
4.      Perbedaan bentuk naqis (kurang) atau ziyadah (tambah)
5.      Perbedaan bentuk Taqdim dan Ta’khir (mendahulukan dan mengemudiankan)
6.      Perbedaan bentuk Tabdil (pergantian huruf atau kata)
7.      Perbedaan bentuk dialek (lahjah) seperti bacaan Imalah, Taqlil, Idgham, Izhar, dan lain-lain[1]


B.     Pengertian Qira’at
Berdasarkan pengertian etimologi (bahasa), “qira’at” merupakan kata jadian (mashdar) dari kata kerja “qara’a” (membaca).[2] Sedangkan pengertian terminologi  (istilah), qira’ah adalah salah satu aliran dalam pelafalan atau pengucapan al-Qur’an oleh seorang imam qurra’ yang berbeda-beda dengan yang lainnya. Dalam hal ucapan huruf maupun lafadznya.[3] Menurut Muhasyin, qira’at adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang cara menuturkan atau menyampaikan kata-kata (kalimat) Al-Qur’an, baik yang disepakati maupun yang diperbedakan sesuai dengan jalan orang yang menukilkannya.[4]
Ada beberapa definisi qira’at yang dikemukakan para ulama’:
1.      Menurut Az-Zarqani
“Suatu madzhab yang dianut seorang imam qira’at yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan al-Qur’an serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf-huruf ataupun dalam pengucapan bentuk-bentuknya.”
2.      Menurut Ibn Al-Jazari
“Ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapkan kata-kata al-Qur’an dan perbedaan-perbedaan dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.”
عِلْمٌ بِكَيْفِيَّاتِ اَدَاءِكَلِمَاتِ الْقُرْاَنِ وَاخْتِلاَفِهَا بِعِزْوِالنَّافِلَةِ
3.      Menurut Al-Qasthalani
“Suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati dan diperselisihkan ulama’ yang menyangkut persoalan lugbat, i’rab, itsbat, fasbl, dan wasbl yang kesemuanya diperoleh secara periwayatnya. ”
4.      Menurut Az-Zarkasyi
“Qira’at adalah perbedaan (cara mengucapkan) lafazd-lafadz al-Qur’an, baik menyangkut huruf-hurufnya atau pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti takblif (meringankan), tatsqil (memberatkan), dan atau yang lainnya.”
5.      Menurut Ash-Shabuni
“Qira’at adalah suatu madzhab cara pelafalan al-Qur’an yang dianut salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW.”
Perbedaan pendefinisian di atas sebenarnya berada pada satu kerangka yang sama bahwa ada beberapa cara melafalkan al-Qur’an walaupun sama-sama berasal dari satu sumber, yaitu Muhammad.[5]

C.    Perbedaan Sab’atu Ahruf dan Qira’at
Banyak ulama yang berpendapat bahwa Ahruf Sab’ah dan Qira’at memiliki banyak kesamaan, namun dalam uraian di atas terdapat beberapa perbedaan di  antara keduanya, yaitu
1.      Sab’atu Ahruf
a.       Sab’atu ahruf merupakan dialek-dialek (lahjah) orang Arab dalam mengungkapkan suatu maksud.
b.      Dapat di artikan pula sebagai tujuh keluasan membaca, dan si pembaca boleh memilih bacaannya mana yang di kehendakinya.
c.       Menurut sebagian ulama yang di maksud tujuh bahasa tersebut adalah : Quraisy, Tsaqif, Hawazan, Kinanah, Tamim, dan Yaman.
2.      Qira’at
a.       Qira’at merupakan salah satu aliran dalam mengucapkan Al-Qur’an yang di pakai oleh salah seorang imam qura’ yang berbeda dengan lainnya dalam hal pengucapan Al-Qur’an.
b.      Qira’at terikat dengan imam qura’ yang menyebarkannya walaupun pada akhirnya berasal dari Rasul.
c.       Menurut pendapat As-Suyuti bahwasanya qira’at itu tujuh bahasa, yaitu : Bahasa Quraisy, Yaman, Jurhum, Hawazin, Qudha’ah, Tamim, dan Thayyi’.

D.    Syarat-syarat Qira’at Mu’tabar
Untuk menangkal penyelewangan qira’at yang sudah mulai muncul, para ulama membuat persyaratan-persyaratan bagi qira’at yang dapat diterima. Untuk membedakan antara qira’at yang benar dan qira’at yang aneh (syazzah).
Para ulama membuat tiga syarat bagi qira’at yang benar. Pertama, qiraat itu sesuai dengan bahasa Arab. Kedua, qiraat itu sesuai dengan salah satu muhsaf-muhsaf Utsmani. Ketiga, bahwa sahih sanadnya, baik diriwayatkan dari imam qira’at yang tujuh dan yang sepuluh, maupun dari imam-imam qira’at yang diterima selain mereka. Setiap qira’at yang memenuhi kriteria ini adalah qira’at yang benar yang tidak boleh ditolak dan harus diterima. Sebaliknya, qira’at yang kurang salah satu dari tiga syarat ini disebut sebagai qira’at yang lemah, baik qira’at tersebut diriwayatkan dari imam qira’at yang tujuh maupun dari imam yang lebih besar dari mereka.[6]

E.     Macam-macam Qira’at dan Imam Qira’at
E.1. Macam-macam Qira’at
Macam-macam Qira’at Menurut Ketetapan:
1.      Qira’at Mutawatir yaitu diriwayatkan oleh sekelompok orang banyak dari orang banyak, dan mereka tidak mungkin sepakat untuk berdusta.
2.      Qira’at Masyhur yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak, akan tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir.[7]
3.      Qira’at Ahad yaitu tidak mencapai derajat masyhur, memiliki sanad sahih, tetapi menyalahi tulisan mushaf ‘Utsmani dan kaidah bahasa arab, dan tidak dibaca sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan. Al-Tirmidzi dalam kitab Jami’-nya dan Al-Hakim dalam Mustadrak-nya menempatkan qira’ah seperti ini dalam bahasan khususnya, diantaranya riwayat yang dikeluarkan Al-Hakim melalui ‘Ashim Al-Jahdiri, dari Abu Bakrah yang menyebutkan bahwa Nabi SAW. Membaca ayat:
مُتَّكِئِيْنَ عَلى رَفَارِفَ خُضْرٍوَعَبَاقَرِيَ حِسَانٍ.
Artinya: “Mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani yang indah.” (Q.S Ar-Rahman:76)
Qira’at mushaf Utsmani:
مُتّكِئِيْنَ عَلَى رَفْرَفٍ خُضْرٍوَعَبَاقَرِيَ حِسَانٍ.
4.      Qira’at Syadz (menyimpang) yaitu sanadnya tidak sahih. Telah banyak kitab yang ditulis untuk jenis qira’at ini. Diantaranya qira’at ini adalah:[8]
مَلَكَ يَوْمَ الدِّيْنِ
Artinya: “Yang menguasai hari pembalasan.” (Q.S Al-Fatihah:4)
Qira’at mushaf Utsmani:
ملِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
5.      Qira’at Maudhu’ (palsu) yaitu yang dinisabkan kepada seseorang tanpa ada asal, umpamanya qira’at-qira’at yang dikumpulkan oleh Muhamad bin Jafar Al-Khuza’y, dan dinisbahkan kepada Abu Hanifah:[9]
اِنَّمَا يَخْشَىى اللهُ مِنْ عِبَا دِهِ الْعُلَمَاءَ
Dengan rafa (dammah) kata: اللهُ dan nasb (fatha) kata:  العُلَمَاءَ
6.      Qira’at Mudraj (sisipan) yaitu yang berfungsi sebagai tafsir atau penjelasan terhadap suatu ayat al-Qur’an. Umpamanya, qira’at Waqqash yang:[10]
وَلَه اَخٌ اَوْاُخْتٌ مِنْ اُمٍّ
Artinya: “Tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja).” (Q.S An-Nisa’:12)
Qira’at mushaf Utsmani:
وَلَه اَخٌ اَوْ اُخْتٌ
E.2. Imam Qira’at
Sebagian kelompok menyendiri dan mendalami bacaan (hafalan) al-Qur’an dengan serius, hingga mereka menjadi panutan dan teladan. Mereka tersebar di Madinah, Kufah, Bashrah, dan Syam.
Ada tujuh diantara mereka yang terkenal dari berbagai penjuru dunia pada waktu itu, yaitu:
1.      Nafi’, dia adalah Ibnu Abdurrahman bin Abi Un’aim. Ada tujuh puluh tabi’in yang mengambil pelajaran dari beliau, diantaranya Abu Ja’far.
2.      Ibnu Katsir, dia adalah Abdullah bin Katsir bin Muthalib al-Qurasyiy. Dia mengambil pelajaran dari Abdullah bin Saib al-Shahaby.
3.      Abu ‘Amr, dia adalah Abu ‘Amr al-Bashary al-Mazan. Dia mengambil pelajaran dari tabi’in.
4.      Ibnu ‘Amir, dia adalah Abdullah bin ‘Amir al-Yahashby. Dia mengambil pelajaran dari Abi Darda’ dan kawan-kawan Utsman.
5.      ‘Ashim, dia adalah Ibnu Bahdalah Abi Nujud al-Asady. Dia mengambil pelajaran dari tabi’in.
6.      Hamzah, dia adalah Hamzah bin Hubaib al-Zayyat. Dia mengambil pelajaran dari ‘Ashim dan A’masy, al-Sabi’iy, Mansur bin Mu’tamir dan lain-lain.
7.      Al-Kisa’iy, dia adalah Ali bin Hamzah bin Abdullah al-Asady. Dia mengambil pelajaran dari Hamzah dan Abi Bakar bin ‘Ayyahsy.
Kemudian tersebarlah para ahli qira’at di berbagai penjuru, dan berpencar-pencar setelah melalui beberapa kurun umat, dan dari beberapa ahli qira’at yang terkenal dari setiap alur tujuh ada dua riwayat yang masyhur, yaitu:
1.      Dari Nafi’; Qalun, dan Warasy mengambil pelajaran darinya.
2.      Dari Ibnu Katsir; Qanbal, dan al-Bazziy mengambil dari murid-murid beliau.
3.      Dari Abi ‘Amr; al-Dauriy dan al-Sawasiy dari Yuzidiy dan dari beliau.
4.      Dari Ibnu ‘Amir; Hisyam dan Ibnu Dzakwan dari murid-murid beliau.
5.      Dari ‘Ashim; Abu Bakar bin ‘Ayyasy dan Hafs dari beliau.
6.      Dari hamzah; Khalf dan Khallad dari Salim dari beliau.
7.      Dari Kisa’iy; al-Dauriy dan Abu Harits.[11]
F.     Pengaruh Perbedaan Qira’at dalam Istinbath Hukum
Perbedaan antara satu qira’at dengan qira’at yang lainnya bias terjadi pada perbedaan huruf, bentuk kata, susunan kalimat, i’rab, penambahan dan pengurangan kata. Perbedaan-perbedaan ini sudah pasti membawa sedikit atau banyak, perbedaan kepada makna yang selanjutnya berpengaruh kepada hukum yang diistimbath daripadanya.[12]      
Contoh berikut dapat memperlihatkan pengaruh itu:[13]
وَيَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِقلى قُلْ هُوَاَذًى فَاعْتَزِلُواالنِّسَاءَفِى المَحِيْضِ وَلاَتَقْرَبُوْهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ ج فَاِذَاتَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللهُ اِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ المُتَطَهِّرِيْنَ.
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Q.S Al-Baqarah: 222)
Berkaitan dengan ayat di atas, diantara imam qira’at tujuh, yaitu Abu Bakar Syu’bah, Hamzah, dan Al-kisa’I membaca kata يَطْهُرْنَ dengan member syiddah pada huruf tha’ dan ha. Maka, bunyinya menjadi يُطَّهِّرْنَ . Berdasarkan perbedaan qira’at ini, para ulama fiqih berbeda pendapat sesuai dengan banyaknya perbedaan qira’at. Ulama yang membaca يَطْهُرْنَ berpendapat bahwa seorang suami tidak diperkenankan berhubungan dengan istrinya yang sedang haid, kecuali telah suci atau berhenti keluarnya darah haid. Sementara yang membaca يُطَّهِّرْنَ  menafsirkan bahwa seorang suami tidak boleh melakukan hubunga seksual dengan istrinya, kecuali telah bersih.















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Sab’atu Ahruf adalah tujuh wajah/bentuk.
2.      Qira’at adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang cara menuturkan atau menyampaikan kata-kata (kalimat) Al-Qur’an, baik yang disepakati maupun yang diperbedakan sesuai dengan jalan orang yang menukilkannya.
3.      Ahruf Sab’ah dan Qira’at memiliki banyak kesamaan, namun dalam uraian di atas terdapat beberapa perbedaan di  antara keduanya.
4.      Syarat qira’at ada 3, yaitu : qiraat itu sesuai dengan bahasa Arab, qiraat itu sesuai dengan salah satu muhsaf-muhsaf Utsmani, qira’at itu sahih sanadnya.
5.       Macam-macam qira’at:
a.       Qira’at Mutawatir
b.      Qira’at Masyhur
c.       Qira’at Ahad
d.      Qira’at Syadz
e.       Qira’at Maudhu’
f.       Qira’at Mudraj
Imam qira’at mereka tersebar di Madinah, Kufah, Bashrah, dan Syam. Ada tujuh diantara mereka yang terkenal dari berbagai penjuru dunia pada waktu itu.
6.      Perbedaan antara satu qira’at dengan qira’at yang lainnya bias terjadi pada perbedaan huruf, bentuk kata, susunan kalimat, i’rab, penambahan dan pengurangan kata. Perbedaan-perbedaan ini sudah pasti membawa sedikit atau banyak, perbedaan kepada makna yang selanjutnya berpengaruh kepada hukum yang diistimbath daripadanya.
B.     Saran
Demikianlah makalah yang dapat saya paparkan, saya menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Dan semoga makalah ini dapat member manfaat bagi yang membaca. Dan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan kata ataupun penulisan dalam makalah ini.




[1] http://www.slideshare.net/imahmuslimah319/revisi-new diakses pada 24 Oktober 2015 pukul 15:59
[2] Rosihon Anwar, ULUMUL AL-QURAN, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 140
[3] Abdul Zulfikar Akaha, AL-QUR’AN DAN QIRA’AH, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996), hlm. 194
[4] Kadar  M. Yusuf, STUDI AL-QURAN, (Jakarta: AMZAH, 2010), hlm. 46
[5] Rosihon Anwar, ULUMUL AL-QURAN, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 140-141
                [6] Ahmad Syadali, ULUMUL QURAN 1, (Bandung : Pustka Setia, 2000), hlm. 227-228
[7] Mohammad Nor Ichwan, STUDI ILMU-ILMU AL-QUR’AN (Semarang: RaSAIL Media Group, 2008), hlm. 213
[8] Rosihon Anwar, ULUMUL AL-QURAN, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 152-153
[9] Ahmad Syadali, ULUMUL QURAN 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 230
[10] Mohammad Nor Ichwan, STUDI ILMU-ILMU AL-QUR’AN (Semarang: RaSAIL Media Group, 2008), hlm. 214
[11] Idhon Anas, KAIDAH-KAIDAH ULUMUL QUR’AN, (Pekalongan: At-Asri Pekalongan, 2008), hlm. 12-13
[12] Ahmad Syadili, ULUMUL QURAN 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 232
[13] Rosihon Anwar, ULUMUL AL-QURAN, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 157

No comments: